Let's Start The Machine !!!!
Senin, 12 Mei 2014
E-Banking
Perbankan Elekronik (bahasa Inggris: E-banking)E-banking yang juga dikenal dengan istilah internet banking ini adalah melakukan transaksi, pembayaran, dan transaksi lainnya melalui internet dengan website milik bank yang dilengkapi sistem keamanan. Dari waktu ke waktu, makin banyak bank yang menyediakan layanan atau jasa internet banking yang diatur melalui Peraturan Bank Indonesia No. 9/15/PBI/2007 Tahun 2007 tentang Penerapan Manajemen Risiko Dalam Penggunaan Teknologi Informasi Oleh Bank Umum. Penyelenggaraan internet banking merupakan penerapan atau aplikasi teknologi informasi yang terus berkembang dan dimanfaatkan untuk menjawab keinginan nasabah perbankan yang menginginkan servis cepat, aman, nyaman murah dan tersedia setiap saat (24 jam/hari, 7 hari/minggu) dan dapat diakses dari mana saja baik itu dari HP, Komputer, laptop/ note book, PDA, dan sebagainya.
Aplikasi teknologi informasi dalam internet banking akan meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan produktifitas sekaligus meningkatkan pendapatan melalui sistem penjualan yang jauh lebih efektif daripada bank konvensional. Tanpa adanya aplikasi teknologi informasi dalam internet banking, maka internet banking tidak akan jalan dan dimanfaatkan oleh industri perbankan. Secara umum, dalam penyediaan layanan internet banking, bank memberikan informasi mengenai produk dan jasanya via portal di internet, memberikan akses kepada para nasabah untuk bertransaksi dan meng-update data pribadinya. Adapun persyaratan bisnis dari internet banking antara lain: a). aplikasi mudah digunakan; b). layanan dapat dijangkau dari mana saja; c). murah; d). dapat dipercaya; dan e). dapat diandalkan (reliable). Di Indonesia, internet banking telah diperkenalkan pada konsumen perbankan sejak beberapa tahun lalu. Beberapa bank besar baik BUMN atau swasta Indonesia yang menyediakan layanan tersebut antara lain BCA, Bank Mandiri, BNI, BII, Lippo Bank, Permata Bank dan sebagainya. Internet banking telah memberikan keuntungan kepada pihak bank antara lain:
a) Business expansion. Dahulu sebuah bank harus memiliki sebuah kantor cabang untuk beroperasi di tempat tertentu. Kemudian hal ini dipermudah dengan hanya meletakkan mesin ATM sehingga dia dapat hadir di tempat tersebut. Kemudian ada phone banking yang mulai menghilangkan batas fisik dimana nasabah dapat menggunakan telepon untuk melakukan aktivitas perbankannya. Sekarang ada internet banking yang lebih mempermudah lagi karena menghilangkan batas ruang dan waktu.
b) Customer loyality. Khususnya nasabah yang sering bergerak (mobile), akan merasa lebih nyaman untuk melakukan aktivitas perbankannya tanpa harus membuka account di bank yang berbeda-beda di berbagai tempat. Dia dapat menggunakan satu bank saja.
c) Revenue and cost improvement. Biaya untuk memberikan layanan perbankan melalui Internet Banking dapat lebih murah daripada membuka kantor cabang atau membuat mesin ATM.
d) Competitive advantage. Bank yang memiliki internet banking akan memiliki keuntungan dibandingkan dengan bank yang tidak memiliki internet banking. Dalam waktu dekat, orang tidak ingin membuka account di bank yang tidak memiliki fasilitas Internet Banking.
e) New business model. Internet Banking memungkinan adanya bisnis model yang baru. Layanan perbankan baru dapat diluncurkan melalui web dengan cepat.
sumber : http://e-banking-bank.blogspot.com/2013/12/bni-internet-banking.html
Sejarah Berdirinya Bank Indonesia Dan Otoritas Jasa Keuangan
Sejarah Tentang Bank Indonesia
Bank Indonesia (BI, dulu disebut De Javasche Bank) adalah bank sentral Republik Indonesia. Sebagai bank sentral, BI mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain.
Untuk mencapai tujuan tersebut BI didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas ini adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia. Ketiganya perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien.
BI juga menjadi satu-satunya lembaga yang memiliki hak untuk mengedarkan uang di Indonesia. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya BI dipimpin oleh Dewan Gubernur. Untuk periode 2008-2013, Darmin Nasution menjabat posisi sebagai Gubernur BI menggantikan Boediono yang menjadi Wakil Presiden.
Sejarah
Pada 1828 De Javasche Bank didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai bank sirkulasi yang bertugas mencetak dan mengedarkan uang.
Tahun 1953, Undang-Undang Pokok Bank Indonesia menetapkan pendirian Bank Indonesia untuk menggantikan fungsi De Javasche Bank sebagai bank sentral, dengan tiga tugas utama di bidang moneter, perbankan, dan sistem pembayaran. Di samping itu, Bank Indonesia diberi tugas penting lain dalam hubungannya dengan Pemerintah dan melanjutkan fungsi bank komersial yang dilakukan oleh DJB sebelumnya.
Pada tahun 1968 diterbitkan Undang-Undang Bank Sentral yang mengatur kedudukan dan tugas Bank Indonesia sebagai bank sentral, terpisah dari bank-bank lain yang melakukan fungsi komersial. Selain tiga tugas pokok bank sentral, Bank Indonesia juga bertugas membantu Pemerintah sebagai agen pembangunan mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat.
Tahun 1999 merupakan Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia, sesuai dengan UU No.23/1999 yang menetapkan tujuan tunggal Bank Indonesia yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Pada tahun 2004, Undang-Undang Bank Indonesia diamandemen dengan fokus pada aspek penting yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia, termasuk penguatan governance. Pada tahun 2008, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.2 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No.23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagai bagian dari upaya menjaga stabilitas sistem keuangan. Amandemen dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan perbankan nasional dalam menghadapi krisis global melalui peningkatan akses perbankan terhadap Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek dari Bank Indonesia.
Status dan Kedudukan Bank Indonesia
Sebagai Lembaga Negara yang Independen
Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yaitu UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999. Undang-undang ini memberikan status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara independen dan bebas dari campur tangan pemerintah ataupun pihak lainnya. Sebagai suatu lembaga negara yang independen, Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut.Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga. Untuk lebih menjamin independensitersebut, undang-undang ini telah memberikan kedudukan khusus kepada Bank Indonesia dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia. Sebagai Lembaga negara yang independen kedudukan Bank Indonesia tidak sejajar dengan Lembaga Tinggi Negara. Disamping itu, kedudukan Bank Indonesia juga tidak sama dengan Departemen, karena kedudukan Bank Indonesia berada diluar Pemerintah. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien.
Sebagai Badan Hukum
Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan.
Tujuan dan Tugas Bank Indonesia
Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilairupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah.
Tiga Pilar Utama
Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas ini adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasiperbankan di Indonesia. Ketiganya perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Pengaturan dan Pengawasan Bank
Dalam rangka tugas mengatur dan mengawasi perbankan, Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan atau kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan atas bank, dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam pelaksanaan tugas ini, Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan dengan menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian.
Berkaitan dengan kewenangan di bidang perizinan, selain memberikan dan mencabut izin usaha bank, Bank Indonesia juga dapat memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, serta memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.
Di bidang pengawasan, Bank Indonesia melakukan pengawasan langsung maupun tidak langsung. Pengawasan langsung dilakukan baik dalam bentuk pemeriksaan secara berkala maupun sewaktu-waktu bila diperlukan. Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui penelitian, analisis dan evaluasi terhadap laporan yang disampaikan oleh bank.
Upaya Restrukturisasi Perbankan
Sebagai upaya membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan dan perekonomian Indonesia, Bank Indonesia telah menempuh langkah restrukturisasiperbankan yang komprehensif. Langkah ini mutlak diperlukan guna memfungsikan kembali perbankan sebagai lembaga perantara yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi, disamping sekaligus meningkatkan efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter.
Restrukturisasi perbankan tersebut dilakukan melalui upaya memulihkan kepercayaan masyarakat, program rekapitalisasi, program restrukturisasi kredit, penyempurnaan ketentuan perbankan, dan peningkatan fungsi pengawasan bank.
Dewan Gubernur BI
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan Gubernur. Dewan ini terdiri atas seorang Gubernur sebagai pemimpin, dibantu oleh seorang Deputi Gubernur Senior sebagai wakil, dan sekurang-kurangnya empat atau sebanyak-banyaknya tujuh Deputi Gubernur. Masa jabatan Gubernur dan Deputi Gubernur selama-lamanya lima tahun, dan mereka hanya dapat dipilih untuk sebanyak-banyaknya dua kali masa tugas.
[sunting]Pengangkatan dan Pemberhentian Dewan Gubernur
Gubernur dan Deputi Gubernur Senior diusulkan dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Sementara Deputi Gubernur diusulkan oleh Gubernur dan diangkat oleh Presidendengan persetujuan DPR. Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia tidak dapat diberhentikan oleh Presiden, kecuali bila mengundurkan diri, berhalangan tetap, atau melakukan tindak pidana kejahatan.
[sunting]Pengambilan Keputusan
Sebagai suatu forum pengambilan keputusan tertinggi, Rapat Dewan Gubernur (RDG) diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan untuk menetapkan kebijakan umum di bidang moneter, serta sekurang-kurangnya sekali dalam seminggu untuk melakukan evaluasi atas pelaksanaan kebijakan moneter atau menetapkan kebijakan lain yang bersifat prinsipil dan strategis. Pengambilan keputusan dilakukan dalam Rapat Dewan Gubernur, atas dasar prinsip musyawarah demi mufakat. Apabila mufakat tidak tercapai, Gubernur menetapkan keputusan akhir.
Para Gubernur Bank Indonesia
Sejak dibentuk, orang-orang yang terpilih sebagai Gubernur BI, sebagai berikut:
2013-sekarang Agus Martowardojo
2010-2013 Darmin Nasution
2009-2010 Darmin Nasution (Pelaksana tugas)
2009 Miranda Gultom (Pelaksana tugas)
2008-2009 Boediono
2003-2008 Burhanuddin Abdullah
1998-2003 Syahril Sabirin
1993-1998 Sudrajad Djiwandono
1988-1993 Adrianus Mooy
1983-1988 Arifin Siregar
1973-1983 Rachmat Saleh
1966-1973 Radius Prawiro
1963-1966 T. Jusuf Muda Dalam
1960-1963 Mr. Soemarno
1959-1960 Mr. Soetikno Slamet
1958-1959 Mr. Loekman Hakim
1953-1958 Mr. Sjafruddin Prawiranegara
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
BERKACA dari pengalaman krisis moneter yang terjadi pada 1997, krisis finansial global 2008, dan krisis yang menimpa zona Euro 2010, industri keuangan diprediksi akan mengalami kondisi sangat buruk. Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter dibutuhkan untuk menyelamatkan perekonomian. Besar kemungkinan krisis keuangan mengancam Indonesia.
Pada akhir 2011, sebagai upaya reformasi sektor keuangan, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat mendirikan Otritas Jasa Keuangan (OJK).
Kemudian, pada 22 November 2012, UU No 21 tentang OJK disahkan. Lembaga yang disebut independen ini akan berfungsi mulai 31 Desember 2012 dimana menggantikan fungsi, tugas dan wewenang pengaturan yang selama ini dilakukan oleh Kementerian Keuangan melalui Badan Pengawas Pasar Modal serta Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).
Kemudian di akhir tahun 2013, giliran fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan perbankan oleh Bank Indonesia (BI) juga akan dialihkan ke OJK.
Posisinya, OJK akan tergabung dalam Forum Koordinasi Stabilitas Sektor Keuangan (FKSSK) bersama Kementerian Keuangan, BI dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). FKSSK merupakan protokol koordinasi untuk menjaga stabilitas sistem keuangan.
“FKSSK juga memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan untuk pencegahan ataupun menangani krisis,” ujar ekonom Sri Adiningsih dalam bukunya berjudul Koordinasi dan Interaksi Kebijakan Fiscal – Moneter : Tantangan ke Depan.
Pro dan kontra
Terbentuknya OJK bukan tanpa kontroversi. Banyak pihak yang meragukan bahkan mengkritik secara keras karena berbagai ketakutan yang fundamental. Seperti di beberapa negara yang tidak sukses menerapkan sistem pada otoritas ini.
Bank Dunia mengingatkan masa transisi OJK di tengah krisis yang masih melanda dunia akan membahayakan Indonesia. Banyak yang menunjukan perkembangan baik setelah pembentukan OJK, namun juga tidak sedikit yang mengalami kegagalan.
“Indonesia harus mengamankan masa transisi, dan pelajari hikmah dari negara yang gagal dan sukses. Apalagi masih dalam krisis,” kata Lead Financial Sektor Specialist Bank Dunia, Srinivas.
Masalah lain, OJK akan membawahi industri perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya. Maka cukup jadi perhatian, sebuah lembaga baru akan dikelilingi uang triliunan rupiah ditengah beberapa lembaga independen yang ada di Indonesia sering terkait kasus korupsi dan merugikan negara.
Wakil Presiden Budiono mengatakan, UU OJK sejatinya akan menentukan arah bidang keuangan di Indonesia, lembaga ini dinilai cukup ampuh sebagai satu otoritas pengawas karena digagas sejak awal mula krisis melanda tanah air melalui rancangan UU BI baru yang diusulkan di era Presiden BJ habibie.
“Krisis pada waktu itu (1997) menerpa perbankan dan sistim pengawasan ada kelemahan,” tegasnya.
Pada sisi regulasi yang ditawarkan OJK, pungutan terhadap industri keuangan masih belum ada kepastian. OJK masih melakukan sosialisasi kepada industri tersebut hingga nantinya keluar dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP).
“Pungutan sebesar 0.03-0,06 persen dari total aset lembaga keuangan itu kan baru usulan. Masih baru rancangan dan belum jadi PP. Nah, yang kemarin OJK sosialisasikan baru RPP ke pelaku industri keuangan,” terang anggota tim transisi OJK, Triyono.
Ekonom Standard Chartered, Fauzi Ichsan menungkapkan, kinerja OJK sejuh ini belum terlihat dan akan menjadi salah satu pertimbangan tersendiri dari industri perbankan untuk membayar iuran yang sedianya akan diberlakukan OJK.
“Ini kan OJK lembaga baru. Jadi ada nambah lembaga baru otomatis resiko juga naik, industri harus bayar pula,” ujar Fauzy.
Seleksi dan masa transisi
Setelah pengesahan UU, OJK harus segera dipersiapkan sebagai sebuah institusi yang dapat berjalan dengan aparaturnya. Pemerintah menunjuk Mulia Nasution yang sebelumnya sebagai Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan sebagai Ketua Tim Transisi OJK. Mulia antara lain bertugas mempersiapkan struktur organisasi, SOP dan sistem IT.
“Fokusnya adalah mempersiapkan supaya nanti pada awal tahun 2013 transisi itu bisa berjalan mulus, yaitu pengalihan Bapepam LK ke OJK,” kata Mulia.
Selain tim transisi, juga dibentuk Panitia Seleksi (Pansel) untuk menyeleksi orang-orang untuk menjadi Dewan Komisioner OJK (DK OJK). DK OJK merupakan para pimpinan OJK yang bersifat kolektif kolegial dan berjumlah tujuh orang ditambah dua anggota unsur perwakilan ex-officio dari perwakilan BI dan Kemenkeu. Perwakilan ex-officio dibutuhkan untuk menjalin koordinai dan harmonisasi kebijakan antara OJK, otoritas fiskal dan otoritas moneter.
Pansel berjumlah sembilan orang diketuai oleh Menteri Keuangan Agus Martowardojo. Sisanya adalah dari pemerintahan, BI, kalangan perbankan, pasar modal, lembaga keuangan non bank dan akademisi.
Tahapannya, pedaftaran peserta dibuka secara umum dan diseleksi melalui proses administrasi dan wawancara serta konsultasi publik hingga menyisakan 21 nama. 21 nama tersebut diserahkan kepada presiden untuk disaring kembali menjadi 14 orang dan selanjutnya diserahkan ke DPR.
DPR dalam tugasnya melakukan fit and proper test terhadap para calon yang tersisa. Kurang lebih satu minggu, DPR memastikan tujuh orang yang terpilih dimana satu nama merupakan Ketua DK OJK. Saat itu DPR juga menggandeng beberapa pihak seperti Pusat Pelaporan dan Transaksi Keuangan (PPATK), Indonesian Corruption Watch (ICW) dan Badan Inteligen Negara (BIN). Tiga hal yang menjadi fokus adalah kapabilitas, kapasitas dan Integritas.
Akhirnya, dalam proses yang cukup panjang, 26 Juni 2012 Ketua DK OJK terpilih Mulliaman D Haddad bersama enam orang lainnya disahkan dalam Rapat Paripurna. Enam orang tersebut adalah Nurhaida, Firdaus Jaelani, Kusumaningtuti S Soetiono, Nelson Tampubolon, Rahmat Waluyanto dan Ilya Avianti.
Mulliaman yang terpilih secara aklamasi mengaku akan memprioritaskan masa transisi ini sebagai langkah awal, karena akan menyatukan pegawai yang berasal dari Kemenkeu dan BI.
“Dengan latar belakang kultur dan teknik pengawasan berbeda, menurut saya perlu konsolidasi,” jelasnya.
20 Juli 2012, giliran Mahkamah Agung yang mengambil sumpah dari para DK OJK, yang ditambah dengan dua anggota unsur perwakilan ex-officio yaitu Any Ratnawati dari Kemenkeu dan Halim Alamsyah dari BI. Pengucapan sumpah ini mengacu kepada Keputusan Presiden Nomor 67/P Tahun 2012 yang dtetapkan pada 18 Juli 2012.
Memasuki masa kerja, OJK mulai mempersiapkan beberapa poin mendasar. Di antaranya adalah struktur organisasi beserta pegawai, anggaran serta infrastruktur. Berhubung di awal tahun 2013 OJK akan menangani wilayah pasar modal, maka 936 pegawai dari Bapepam LK akan ditarik secara langsung.
Wakil Ketua DK OJK, Rahmat Waluyanto menyatakan, selain dari Bapepam LK, OJK juga membutuhkan 82 pegawai dari BI. Menurutnya, pegawai dari kedua instansi tersebut akan efektif di akhir bulan Desember 2012.
“Para pegawai tersebut akan melewati masa orientasi selama satu tahun. DK menyeleksi untuk the right person right place dengan pertimbangan aspek administratif dan pengalaman,” tutur Rahmat.
Kemudian anggaran juga telah dipastikan OJK sebesar Rp1,69 triliun setelah mendapat persetujuan dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI yang diselenggarakan di Bogor. Rp848,25 hingga Rp1,3 triliun dari anggaran tersebut diketahui untuk membayar gaji para DK OJK dan pegawainya.
Penetapan anggaran sempat menjadi perbincangan hangat, karena setelah beberapa kali melalui perdebatan panjang di Gedung DPR RI, rapat ini mendadak dialihkan ke sebuah hotel di Bogor dan langsung disetujui.
Sedangkan untuk infrastruktur, ternyata OJK mesti bersabar karena permintaan ini sepertinya cukup berat untuk disetujui. Beberapa waktu kedepan, OJK hanya dapat memanfaatkan beberapa gedung yang ada, seperti gedung Bidakara untuk DK OJK, Bapepam LK untuk bagian pengawasan pasar modal dan gedung BI untuk pengawasan perbankan.
Penggunaan gedung yang merupakan fasilitas negara beserta dokumen-dokumen lainnya telah dapat digunakan setelah penandatangan Surat Keputusan Bersama (SKB). SKB baru hanya dilakukan dengan Kemenkeu dengan 13.100 aset dan dokumen 40 meter kubik atau senilai Rp317,7 miliar. Untuk selanjutnya OJK juga akan melakukan hal yang sama dengan BI, namun untuk Gedung Bidakara berstatus penyewaan.
“Idealnya kan satu gedung, masa orang tua dan anak-anaknya pisah. Jangan pisah terlalu jauh. Kemudian makanya kita ingin punya satu (gedung operasional),” kata Muliaman.
sumber : http://sejarahbangsaindonesia.wordpress.com/2011/03/31/meringkas-tentang-bank-indonesia/
http://id.wikipedia.org/wiki/Bank_Indonesia
http://ekbis.sindonews.com/read/2012/12/25/90/700589/kelahiran-ojk-sejarah-baru-perekonomian-indonesia
Langganan:
Postingan (Atom)